^_^

title

terima kasih sudah berkunjung ke blog yang sederhana ini,jika ingin mengcopi catatan silahkan untuk selalu menyebutkan sumbernya.semoga kita selalu dalam jalan yang haq ini.ditunnggu kembali kunjungannya.syukron jazakallahhu khayron.

Kamis, 24 Februari 2011

berikan kami al-Qur'an,bukan cokelat!

Copas dari jilbab.or.id

“Al Qur’an! Al Qur’an! Bukan cokelat! Bukan Cokelat!” kata anak perempuan setengah berteriak ke beberapa teman lain yang sedang mengurus pengungsi.

Dua Pasang Mata di Tengah Salju: Al Qur’an Bukan Cokelat!

(Banyak yang sebenarnya harus saya catat ketika bekerja menemani anak-anak di berbagai daerah dan negara. Namun,cerita yang satu ini amat berkesan. Menohok konsep diri.)
Anak-anak hebat tidak selamanya lahir dari fasilitas yang serba lengkap, bahkan sebagian dari mereka disembulkan dari kehidupan sulit yang berderak-derak. Mereka tumbuh dan berkembang dari kekurangan.
Pada sebuah musim dingin yang menggigit, di sebuah pedalaman, di belahan timur Eropa, kisah ini bermula. Kejadian menakjubkan, setidaknya bagi saya.
Salju bagai permadani putih dingin menyelimuti pedalaman yang telah kusut masai dirobek perang yang tak kunjung usai. Dentuman bom dan letupan senjata meraung-raung dimana-mana. Sesekali, terdengar ibu dan anak menjerit dan kemudian hilang.
Di tenda kami, puluhan anak duduk memojok dalam keadaan teramat takut.  Sepi. Takada percakapan. Takada jeritan. Hanya desah pasrah merayap dari mulut mereka terutama ketika terdengar letupan atau ledakan.
Di luar, selimut putih beku telah menutup hampir semua jengkal tanah. Satu-dua pohon perdu masih keras kepala mendongak, menyeruak. Beberapa di antara kami terlihat masih berlari ke sana-kemari. Memangku anak atau membopong anak-anak yang terjebak perang dan musim dingin yang menggigit tulang.
Tiba-tiba dari kejauhan, saya melihat dua titik hitam kecil. Lambat laun, terus bergerak menuju tenda kami. Teman di samping yang berkebangsaan Mesir mengambil teropong.
“Allahu Akbar!” teriaknya meloncat sambil melemparkan teropong sekenanya.
Saya juga meloncat dan ikut berlari menyusul dua titik hitam kecil itu. Seperti dua rusa yang dikejar Singa Kalahari, kami berlari.
Dari jarak beberapa meter, dapat kami pastikan bahwa dua titik hitam kecil itu adalah sepasang anak. Anak perempuan lebih besar dan tinggi dari anak lelaki. Anak perempuan yang manis khas Eropa Timur itu terlihat amat lelah. Matanya redup. Sementara, anak lelaki berusaha terus tegar.
“Cokelat …,” sodor teman saya setelah mereka sampai di tenda penampungan kami.
Anak yang lebih besar dengan mata tajamnya menatap teman saya yang menyodorkan sebungkus cokelat tadi.
Teman saya merasa mendapat perhatian maka dia semakin semangat menyodorkan cokelat. Diangsurnya tiga bungkus cokelat ke kepalan tangan anak yang kecil (yang ternyata adalah adiknya).
Sang Kakak dengan cepat dan mengejutkan kami mengibaskan tangannya menolak dua bungkus cokelat yang diberikan. Teman saya yang berkebangsaan Mesir itu terkesiap.
“Berikan kami Al Qur’an, bukan cokelat!” katanya hampir setengah berteriak.




Kalimatnya yang singkat dan tegas seperti suara tiang pancang dihantam berkali-kali.
Belum seluruhnya nyawa kami berkumpul, sang Kakak melanjutkan ucapannya,
“Kami membutuhkan bantuan abadi dari Allah! Kami ingin membaca Al Qur’an. Tapi, ndak ada satu pun Al Qur’an.”
Saya tercekat apalagi teman saya yang dari Mesir. Kakinya seperti terbenam begitu dalam dan berat di rumput salju. Kami bergeming.
Dua titik hitam yang amat luar biasa meneruskan perjalanannya menuju tenda pengungsi. Mereka berusaha tegap berjalan.
“Al Qur’an! Al Qur’an! Bukan cokelat! Bukan Cokelat!” kata anak perempuan setengah berteriak ke beberapa teman lain yang sedang mengurus pengungsi.
Saya dan teman Mesir yang juga adalah kandidat doktor ilmu tafsir Al Qur’an Universitas Al Azhar Kairo itu kaku.
[Takakan pernah terlupakan kejadian di sekitar Mostar ini. Meski musim dingin dan dalam dentuman senjata pembunuh yang tak terkendali, angsa-angsa terus berenang di sebuah danau berteratai yang luar biasa indahnya. Beberapa anak menangis dipangkuan. Darah menetes. Beberapa anak-anak bertanya, dimana ayah dan ibu mereka. (Saya ingin melupakan tahunnya.)]
== disalin dari:
Aku Mau Ayah! Mungkinkah tanpa sengaja anak Anda telah terabaikan? 45 Kisah Nyata Anak-Anak Yang Terabaikan“,  bab “Dua Pasang Mata di Tengah Salju: Al Qur’an Bukan Cokelat!” (hal 83-86)
Penulis: Irwan Rinaldi.
Penerbit: Progressio Publishing.
Cetakan Pertama, Juni 2009

Sabtu, 19 Februari 2011

ketika tenggorokan berkilah

bismllah..kami dapati satu onggokan di tengah onakan duri yang berdiri tegak..cepat merambah bagai akar pepohonan.Inilah kumpulan bakteri dan virus,yang secara perlahan dan tanpa sadar menjangkiti qalbu kami.Masya ALLAH..sungguh hati ini perlahan-lahan ikut tergores dalam curamnya sembilu luka.Takkah kau ketahui saudaraku...bahwasanya inilah anggapan hati dalam sakitnya ujung duri yang menusuk hati kami.Benar jika dikata bahwa fitnah tersebut lebih kejam daripada pembunuhan.Sungguh jalan yang penuh kerikil dan duri ini membuat langkah kami hampir terhenti di penghujung asa.





Saudaraku...jika kami dapat paparkan kembali padamu tentang kisah ini..cukuplah kami harapkan engkau renungkan goresan pena keikhlasan ini.tatkala kami meraup macam kekesalan,kami dapati bahwasanya bakteri dan virus kian merobek ulur hati kami.Saudaraku..disinilah kami akan rangkaikan sebuah kisah dimana keteguhan seorang anak yang masih belia,namun telah mampu untuk menjadi penegak risalah dalam hati.Sekiranya kami mengeluh terhadap fitnah ini,dialah yang selalu memboncengi kehidupan kami.Ya..dialah laksananya khalifah hati untuk kami.Ketahuilah sadraku,bahwasanya kami tak mengenalnya,kami tak tahu ia darimana..dan dari silsilah kelurga yang manasungguh kami tidak tahu mengenai hal tersebut..terasa sudah sembilu hati terhadap luka yang tergores semakin sakit dan kan merobek hati.Namun lihatlah saudaraku,dia tetap tak mengelurkan seucap kata keluhan walau sakit kian menderanya.Subhanallah..kami sempat mengagumi dalam hati..dan terlintas dalam benak"ahh..jika kami bisa seperti itu?"namun pikiran tersebut perlahan-lahan buyar dalam memory kami.Subhanallah...kami pun berkata"ahh...jika anak sekecil itu bisa..kenapa kami tidak?sungguh hal ini telah membutakan hati kami.

Sekiranya manusia belajar tanpa pandang bulu(usia ataupun faktor yang lainnya)maka beruntunglah mereka karena berkurangnya sifat gengsi dihadapan hati mereka.Ahh..sungguh kami selalu berharap seperti itu.semoga kami dapat meneladani sifat beliau.allahuma amin..



Sabtu, 12 Februari 2011

Dalam redupnya lilin hati(say no to valentine)


Assalamu'alaikum warahmatullahhi wabarakatuh..bismillah..kami masih mencoba merangkai kata yang kelak akan mengukir sejarah untuk kami.banyak hal yang kami temukan disini..dan banyak hal pula yang kami peroleh disini.Kami pun masih tak berwibawa rasanya jika mengukir kisah ini dengan lantunan yang tak menyenangkan hati.Bisikan itu telah merambah dalam jiwa kami.berturut-turut ikut pula menenggelamkan pahala kebaikan kami.Kami pun masih tak sadar untuk memperbincangkan sebuah perihal yang selama ini kami emban.

ketika bisikan menyebar di antara telinga kami dan hampir membuat lidah kami bereaksi untuk cepat merambah ke seluruh organ tubuh kami sampai ke hati dan otak kecil kami.Sayangnya,hal itulah yang kami banyak dapati di era globalisasi kini.Sungguh kami pun tak ingin mendengar lidah kami bereaksi seperti itu.

saudaraku...kini kami masih sangat berniat untuk merajut celah yang kosong tersebut..ahh..tapi apa daya jari-jemari pun telah tertusuk terlalu dalam oleh satu jarum runcing.Tahukah kau saudaraku..lidah kami hampir saja berada di tepi.Sungguh kami tak ingin itu terjadi.

**ketika mata,hati dan otak kecil ikut bereaksi..**

Di sela-sela embun pagi,disanalah kami dapati otak,mata dan hati kami mulai menirukan perilaku jahiliah.Kami dapati sebuah hal yang beda dari apa yang kami dapatkan kini.Ahh..hati kami sungguh resah jika mendengar lidah ini bereaksi.Otak kecil kami telah menangkap beribu data yang dulu tersimpan dalam benak..dan kini mata kami pun merasa panas hingga memerah melihat tingkah jahiliah itu kembali hadir.Saudaraku..ingin rasanya kami menegur jiwa-jiwa yang telah terbakar api kejahilian.namun,tangan kami..lidah kami,telinga dan hati rasanya kian rapuh untuk mengulang kembali petuah yang terlantunkan.

"Hati mereka keras saudaraku...lidah mereka telah terjangkit penyakit jahiliah.."kami tak ingin mendekat karena sungguh mereka hanya menganggap semua ini hanyalah sebuah hal yang tidak penting.Mereka memang islam,namun mereka buta dengan pemahaman yang sebenarnya mengenai islam.Hari ini..selalu kami dengar lantunan kata itu kemabali terulang..lantunan kata yang hanya hampa maknanya.Apakah hanya hari itu?mereka mampu menebarkan kasih?aduhai..mereka pun tak mampu memberikan kasih sesuai dengan tempatnya.Mereka malah memberikan kasih pada orang-orang yang belum menjadi halal untuk mereka.Mereka malah menebarkan senyum dan keikhlasan hanya untuk merayakan kasih tersebut.Atau apakah mereka tak tahu bahwa lantunan kata tersebut dalam ajaran islam tak boleh dilantunkan?waduh..rasanya kami pun berpikir sama denganmu wahai saudaraku..bhawasanya mereka tahu semua itu,,namun mata,hati,dan otak kecil mereka telah tertutup sehingga lantunan tersebut mulai bereaksi di lidah mereka.

Saudaraku ingin kami paparkan kembali beberapa perilaku jahiliah yang telah tampak jelas di hadapan kami.Namun,sungguh kami telah lemas dan tak berdaya mengukir tinta hitam pada celah hati mereka.masya ALLAH..sungguh tegurlah kami jika kami salah dalam merajut kata ini.

katakanlah bahwa 14 februari tak ada perayaan kasih sayang..dan tak ada perihal yang haram menjadi halal..
semoga kita semua selalu berada di jalanNYA yang haq..allahuma amin..wassalamu'alaikum warahmatullahhi wabarakatuh..salam ukhuwah...